Pengguna Internet Butuh Keadilan
Mengawal Demokrasi
Konstitusi, Melawan Korupsi
Perluasan Akses Keadilan
Era Digital
Oleh
Eko Permadi
Foto : youthmanual.com
Pendahuluan
Senarai.or.id, sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat aktif menyuarakan anti korupsi dan hak-hak dasar
masyarakat. Mereka pantau setiap kasus korupsi yang ada di Provinsi Riau.
Contohnya kasus yang menjerat Gubernur Riau Annas Mamun[1] .
Mulai dari
awal persidangan hingga putusan, kelompok ini mengawal hingga tuntas. Banyak lagi
kelompok anak muda aktif menyuarakan anti korupsi dan menuntut hak-hak dasarnya
dipenuhi.
Media yang dipakai biasanya yang berhubungan dengan
dunia digital. Seperti video, foto, infografis dan tulisan.
Semuanya itu
disebarkan melalui youtube, website, media sosial dan lain-lain. Pertimbangannya
agar lebih menjangkau orang banyak. Dunia internet pun semakin ramai jika suatu
masalah yang menyangkut empati banyak orang.
Apa yang mereka lakukan adalah bentuk demokrasi berpendapat
sekaligus bergerak dalam kegiatan anti korupsi. Namun, apakah mereka tetap
mendapatkan keadilan jika suatu saat seseorang mempidanakan aktivitas mereka?
Menjadi persoalan jika seseorang atau kelompok
berkegiatan berhubungan dengan dunia digital dan aktif dalam kerja-kerja anti
korupsi tetap mendapatkan keadilan. Hal ini penting untuk dikaji bersama. Lalu
perlukah perluasan akses keadilan di era digital ini?
Akses menuju keadilan merupakan kesempatan atau kemampuan setiap
warga negara dalam tanpa membedakan latar belakangnya (ras, suku, agama,
pendidikan, keturunan, atau tempat lahirnya) untuk memperoleh keadilan melalui
lembaga peradilan. [2]
Setiap orang yang berbeda latar belakangnya hidup dan
berkembang di dalam masyarakat. Karena
manusia adalah makhluk sosial sehingga membutuhkan orang lain untuk dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari.
Perbedaan ini lama-kelamaan membentuk strata sosial
yang tidak dapat dipungkiri lagi. Orang akan berlomba-lomba bersaing untuk
mendapatkan sesuatu. Dampak dari situlah munculnya kelas sosial terbelakang.
Baik pendidikan, penghasilan, jabatan serba rendah.
Dengan demikian, menggunakan internet tanpa disertai
dengan pendidikan dan faktor lainnya, kelompok ini rentan terhadap intimidasi
dan semakin jauh dari keadilan ketika berkaitan dengan proses hukum. Mereka
membutuhkan akses yang mudah untuk memperoleh keadilan melalui lembaga peradilan.
Padahal pengguna internet dijamin oleh konstitusi melalui pasal 28
Undang-undang dasar 1945.
Pembahasan
Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional telah berupaya menyusun akses keadilan terhadap beberapa bidang yang
rentan akan ketidakadilan. Pertama kali pada 16 Oktober 2009 dengan tajuk Strategi Nasional Akses pada Keadilan(SNAK).[3]
Keinginan dari pemerintah yaitu menjamin terpenuhinya
hak-hak dasar masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun
1945. Bidang pertama kali yaitu Akses terhadap Keadilan pada Reformasi Hukum
dan Keadilan, Bantuan Hukum, Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Tanah dan Sumber
Daya Alam, Perempuan, Anak, Tenaga Kerja, terakhir untuk Masyarakat Miskin dan
Terpinggirkan.
Tujuh tahun kemudian untuk periode 2016-2019, program
ini dilanjutkan dengan diperbaharui
beberapa bidang menjadi : memperkuat akses keadilan pada Pelayanan dan
Pemenuhan Hak-hak Dasar, Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bantuan Hukum,
Penguasaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah dan Sumber Daya Alam.
Dari sini tampak bagaimana instrumen pemerintah dalam
menjamin terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Dengan panduan ini, instansi
penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dapat selaras dengan
satu tujuan memudahkan akses keadilan bagi pencari keadilan. Tak hanya itu,
masyarakat dapat berperan aktif dalam mewujudkan akses keadilan tersebut.
Tetapi perkembangan teknologi membuat perilaku
masyarakat juga berubah. Selain bidang yang diatur oleh pemerintah tadi, ada
yang butuh perhatian serius : era digital.
Survei Assosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia
(APJII) pada 2017 menyatakan penggunainternet di Indonesia sebanyak 143,26 juta. Sebaran usia pengguna terbesar
pada usia produktif yaitu 19 sampai 34 atau 49,52 persen. Hampir dari setengah dari pengguna mengakses
internet selama 3 jam sehari. [4]
Kebebasan berpendapat di internet juga menjadi hak
konstitusi masyarakat yang sudah dijamin oleh pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang. Maka berbagai macam ekspresi dituangkan di dunia
internet.
Ada tiga permasalahan yang berkaitan dengan keadilan di
era digital :
Pertama,
belum meratanya pengguna internet di Indonesia.
Dengan pengguna internet sebanyak 143,26 juta di
Indonesia hanya terpusat di Pulau Jawa sebesar 58 persen. Jauh sekali lebih
kecil dari pengguna di Pulau Sumatera sebanyak 19 persen. Bahkan di Pulau lain
seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa dan Papua kurang dari 10 persen. Disinilah
letak ketidakadilan tersebut. Masyarakat di daerah tersebut perlu diberikan
perhatian lebih dalam hal mencapai keadilan. Advokasi untuk mendapatkan hak
yang sama. Pemerataan sangat penting agar setiap warga negara juga dapat
menikmati fasilitas internet tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana untuk
mendukung Indonesia terkoneksi dari Sabang sampai Merauke dari Miangas hingga
Rote.
Kedua,
kampanye anti korupsi dan penegakan konstitusi rentan dipidana.
Bagi masyarakat yang sudah melek teknologi tentu acap
kali berhubungan dengan dunia digital. Seperti membeli barang online, chatting, menulis status di media sosial dan berkomentar, membaca
artikel dan lain-lain.
Pengguna sosial media menempati 87,13 persen tertinggi
kedua layanan yang diakses di internet. Hal ini menunjukkan tingginya minat
masyarakat untuk aktif berkomunikasi dengan yang lain di dunia maya.
Tingginya partisipasi masyarakat dalam menggunakan
internet di era digital juga dimanfaatkan untuk kampanye kerja-kerja anti
korupsi. Misalnya seruan-seruan untuk mendukung semangat anti korupsi. Generasi
muda diajak untuk turut serta mendukung kegiatan anti korupsi. Selain itu juga
apa yang menjadi hak-hak dasar masyarakat.
Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan mengeluarkan sebuah
program kampanye Festival Integritas Kampus (FIK).[5] Kelak program ini menjadi solusi untuk mengatasi
permasalahan integritas dilingkungan kampus.
Namun, kampanye anti korupsi dan penguatan nilai-nilai
konstitusi acap kali memakan korban. Seperti laporan Human Right Watch menyatakan ada pasal-pasal yang dapat digunakan
untuk membungkam kritik terbuka. [6]
Contoh paling terkenal adalah Prita Mulya Sari
dipenjara selama tiga minggu karena keluhannya di milist soal pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Dari kasus
ini sedikit terusik demokrasi yang dibangun jatuh-bangun. Sikap anti kritik
Rumah Sakit tersebut sebagai contoh bahwa ada yang tidak jalan dari penerapan
konstitusi negara.
Seorang wartawan senior Bersihar Lubis divonis melakukan pencemaran nama baik karena
menulis opini tentang mengkritik keputusan Kejaksaan Agung mengenai pelarangan
buku-buku sejarah di sekolah. Sikap ini juga jelas tidak mendukung demokrasi
berpendapat. Kritik pedas disertai dengan argumen yang jelas bukan merupakan
suatu masalah besar. Ketakutan terhadap kritik membuat negara akan stagnan,
miskin inovasi dan peluang negara menjadi diktator akan semakin terbuka.
Atau saya sendiri misalkan ketika tidak puas dengan
pelayanan kependudukan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kemudian
menceritakannya di media sosial bisa jadi berujung pada pidana. Sebab, instansi
tersebut merasa terhina dengan status di media sosial tersebut.
Beberapa contoh tersebut menunjukkan kita juga tidak
bisa secara bebas mengemukakan pendapat di era digital ini. Apalagi setelah
pemerintah merevisi Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik pada 2016, menjadi
ancaman setiap orang yang menyebarkan informasi yang berkaitan dengan orang
atau instansi lain.
Lalu posisi Senarai sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat
yang aktif menyuarakan anti korupsi di bidang khususnya kehutanan juga tak
aman. Ia bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik jika menyinggung suatu
institusi. Padahal kerja-kerja yang dilakukan Senarai sangat baik untuk memberi
informasi kepada masyarakat bagaimana proses hukum terhadap pelaku korupsi dan
kejahatan lingkungan. Maka sangat hati-hati dalam menyampaikan aspirasi
tersebut. Tetap harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ketiga,
perlindungan data pribadi.
ICT Watch merilis tawaran alternatif “Kerangka Literasi
Digital Indonesia”. Salah satunya proteksi atau perlindungan data pribadi yang
tersebar di dunia maya, keamanan daring dan privasi individu.
Hal ini juga menjadi ancaman di era digital saat ini.
Informasi pribadi banyak tersebar di dunia maya. Terbaru adalah 87 juta data pengguna Facebook mengalami kebocoran kepada perusahaan pihak ketiga Cambridge Analytica. Satu juta
diantaranya milik akun Facebook Indonesia. [7]
Lalu bagaimanakah kita yang menjadi korban pencurian
data tersebut, apakah kita mendapat keadilan agar data tersebut tidak salah
gunakan dan pelaku ditangkap? Pemerintah tertinggal dalam mengatisipasi seperti
kejadian ini.
Perluasan akses keadilan di era digital menjadi sangat
penting. Setiap orang maupun kelompok dapat dengan mudah mengakses peradilan. Perlu
diatur lebih lanjut apakah ketika menyuarakan hak dasarnya tidak langsung
diproses secara hukum. Ada mekanisme lain yang dapat dilakukan melalui kajian
yang lebih mendalam.
Penutup
Era digital memberi dampak positif maupun negatif. Kita
mesti mengambil nilai-nilai positif dari perkembangan teknologi kian pesat. Namun,
tak kalah penting adalah kita juga mesti cepat berfikir dan mengambil tindakan
untuk mengatasi dampak negatif dari era digital tersebut.
Pentingnya perluasan akses keadilan era digital sebagai
instrumen pemerintah memberikan rasa keadilan khususnya bagi pengguna internet
saat terjerat masalah hukum. Semua pihak yang berkaitan terhadap penegakan
hukum mesti memahami bahwa teknologi kian berkembang. Orang semakin mudah
menyampaikan informasi. Jika memang informasi mengenai telah terjadi ada yang
tidak beres—disampaikan tersebut adalah fakta, segera diusut. Sehingga harus benar-benar menjunjung
supremasi hukum. Seluruh proses yang
sudah dilakukan dapat diketahui oleh publik. Sehinggat tidak ada muncul tidak
percaya terhadap proses yang dilakukan pemerintah.
Strategi yang dapat dilakukan pemerintah yaitu membuat
peraturan soal penggunaan internet. Aturan ini tentang bagaiamana perilaku yang
baik dalam mengakses internet. Misalnya mempercepat pembuatan Undang-undang
tentang perlindungan data pribadi. Mengambil contoh MoU antara Dewan Pers
dengan Kapolri yaitu segala aduan yang berkaitan dengan karya jurnalistik
terlebih dahulu diproses di Dewan Pers. Artinya tak langsung diproses
Kepolisian. Hal ini perlu dikembangkan lagi untuk bidang-bidang yang lain. Artinya
semakin melindungi masyarakat terhadap upaya-upaya kriminalisasi.
Selanjutnya pemerintah menyempurnakan sistem Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (Lapor) agar masyarakat semakin mudah
menyampaikan aspirasi.
Segala bentuk-bentuk kampanye anti korupsi dan
penegasan hak konstitusi warga seharusnya tidak dapat dipidana. Karena bagian
dari hak dasar warga negara dalam menyuarakan aspirasinya. Kebebasan
berpendapat sangat berkaitan dengan demokrasi. Dengan masih adanya kebebasan
berpendapat berarti kita masih hidup tenang dalam kondisi demokrasi yang aman.
Ketika negara tak lagi memberi ruang untuk berpendapat maka kita mestinya
kawatir bahwa ideologi negara ini berubah tak lagi demokrasi.#
Referensi
1. 1. Kumpulan
pantauan sidang kasus Annas Maamun. http://senarai.or.id/category/korupsi/kasus-annas-maamun/
2. Djohanjah,
Akses Menuju Keadilan, Makalah pada Pelatihan HAM bagi Jejaing Komisi
Yudisial, Bandung, 3 Juli 2010
3. Buku Panduan Strategi Nasional Akses pada Keadilan,
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/2016/press-doc/buku%20SNAK%20rev(2)%20-4-5-16.pdf?download
4. Hasil Survei Penetrasi Internet dan
Perilaku Pengguna tahun 2017 Assosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia. https://apjii.or.id/survei2017/download/gHvhb4nuPj2RJmCxdy5w7DapoUGqsT
5. Buku Panduan Kampanye Strategi jitu
integritas mahasiswa. https://acch.kpk.go.id/id/berkas/buku-antikorupsi/perguruan-tinggi/strategi-jitu-kampanye-integritas-ala-mahasiswa
7.Data satu juta pengguna Facebook Indonesia
dicuri. https://tekno.kompas.com/read/2018/04/05/10133697/data-1-juta-pengguna-facebook-indonesia-dicuri
Comments
Post a Comment